Sebagai suatu medium untuk menyatakan diri (self-expression), di
Madania ini perlu diajarkan pidato. Tetapi yang lebih penting adalah diskusi.
Selain kita menciptakan—sebut saja—Soekarno-Soekarno, harus juga Hatta-Hatta.
Yaitu, orang yang bisa mendengar pendapat orang lain dan mengakui yang benar
sebagai benar. Itu yang disebut tipe leadership problem solving
(pemimpin yang bisa menyelesaikan masalah), bukan solidarity making.
Kalau pertimbangan (appeal) solidarity making ialah emosi,
pertimbangan problem solving adalah intelek atau akal.
Kalau dikemukakan dalam ungkapan yang enak dan sekaligus mencakup
ide-ide besar, maka bunyinya kira-kira seperti ini: “Madania ini lebih
ditujukan untuk menciptakan Hatta-Hatta, bukan Soekarno-Soekarno”. Artinya, di
sini merupakan tempat untuk mencetak orang yang berpikir rasional, tenang, dan
mempunyai kemampuan tinggi untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, suasana
Madania harus egaliter dan demokratis, yaitu suatu wawasan yang mempercayai
bahwa manusia dilahirkan dalam fitrah; yakni bahwa setiap manusia mempunyai
kecenderungan kebaikan yang disebut hanîf. Artinya, setiap orang
mempunyai potensi untuk benar, karena itu setiap orang berhak menyatakan
pendapat. Kalau kita mengingkarinya, berarti kita mengingkari kesucian dasar
dari manusia, yaitu konsep fitrah.
Perlu dicatat bahwa meskipun berkecenderungan pada kebaikan, manusia itu
lemah. Manusia diciptakan dalam kodrat yang lemah (Q., 4: 28). Dan salah
satu kelemahannya ialah ketidakmampuannya untuk melihat jauh ke depan,
sehingga menjadi tawanan kekinian dan kedisinian, dan karenanya, manusia
selalu punya potensi untuk salah. “Setiap anak cucu Adam itu pembikin
kesalahan dan sebaik-baik pembikin kesalahan adalah yang bertaubat”.
Jangankan kita, Nabi Muhammad Saw. pun keadaannya juga begitu. Dalam Hadis
yang sering dikemukakan oleh Ibn Taymiyah disebutkan bahwa suatu saat Nabi
shalat zuhur lima rakaat, padahal mestinya empat rakaat. Para Sahabat mulai
gelisah apakah shalat sudah diubah atau ada tambahan rakaat. Berita itu
sampai kepada Nabi, lalu Nabi mengatakan, “Tidak ada yang diubah, itu
hanya kekhilafanku. Aku hanyalah seorang manusia yang bisa lupa, oleh karena
itu kalau aku lupa ingatkan”. Nabi saja berpandangan begitu.
0 Comment