Berdialog dengan Orang
Yahudi
Di Madinah banyak orang Yahudi yang berbahasa Arab. Itu tidak
mengherankan karena bahasa Ibrani sendiri sudah mati lama, barangkali sudah
hampir seribu tahun, ketika Nabi hidup. Yang aneh adalah bahwa satu-satunya
bahasa yang ribuan tahun telah mati justru sekarang dihidupkan kembali dan
benar-benar hidup, adalah bahasanya Israel sekarang ini.
Nabi Isa saja tidak berbicara dengan bahasa Ibrani, melainkan dengan
bahasa Aramia atau Aramic, kecuali ketika membaca kitab suci. Jadi bahasa
Ibrani itu bahasa mati dalam arti hanya tertulis seperti bahasa Sanskerta,
bahasa Latin, atau bahasa Yunani sekarang ini. Memang aneh, karena fanatiknya,
Israel berhasil menghidupkan kembali bahasa Ibrani. Tetapi bahasa Ibrani yang
sekarang adalah bahasa Ibrani yang sudah banyak sekali terpengaruh bahasa Arab.
Artinya, tatanamanya (nomenclature) lebih banyak yang mengandung
kata-kata bahasa Arab, sebagaimana terjadi pada bahasa Persi.
Nabi sering berdialog dengan orang Yahudi sebagaimana dengan orang Arab.
Kadang-kadang Nabi pergi ke Sinagog—atau bahasa Ibraninya, Kenisat, yang
sekarang menjadi nama gedung parlemen di Israel, sebab Kenisat itu artinya memang
gedung pertemuan. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa seorang Yahudi
memberikan salam kepada Nabi, “Salâm ‘alayka yâ Muhammad” (Salam
kepada engkau ya Muhammad). Tetapi seorang sahabat yang kelewat bersemangat
memukul orang itu. Kata sahabat itu, “Itu kan Rasulullah, kenapa kamu menyebut
Muhammad saja?” Orang Yahudi itu menjawab, “Kalau saya menyebut Rasulullah itu
berarti saya orang Islam, tetapi saya kan bukan orang Islam, sehingga saya
memanggil namanya saja seperti yang diberikan orang tuanya.” Ternyata kemudian
Nabi memang membenarkan. Nabi berkata, “Ya benar, memang nama saya Muhammad,
tidak apa-apa”.
Banyak lagi hadis yang menceritakan bahwa Nabi
Muhammad Saw. itu sering berdialog dengan orang-orang Yahudi. Kadang-kadang
dialog itu bahkan bernada guyon. Misalnya, sebuah ilustrasi menggambarkan bahwa
orang Yahudi bertanya mengenai akhirat, tetapi kemudian dijawabnya sendiri
pertanyaan itu; terkadang pertanyaan dan jawaban itu lucu sehingga Nabi
tertawa-tawa. Jadi ada keakraban pada waktu itu. Cuma sayang karena ada
faktor-faktor lain, hubungan itu terkesan seakan memburuk. Ini juga yang
terjadi pada orang Islam di Amerika.
0 Comment